Translate

Wednesday, June 26, 2013

MUSA RUMPEDAI : Sang Penyelamat Penyu dari Pulau Yapen

Musa Rumpedai atau yang lebih akrab dipanggi Tate Musa adalah seorang kakek yang telah berusia lanjut namun selalu bersemangat kalau diajak bicara soal penyu. Tidak heran memang karena Kakek Musa ini sudah begitu lama hidup bersama penyu sejak tahun 1970-an di Pantai Inggrisau, Desa Aisau, Kecamatan Rainbawi, Kabupaten Yapen, Provinsi Papua. Pria sederhana kelahiran Korombobi (Kabupaten Yapen), 5 Maret 1936, ini sehari-harinya  bekerja sebagai petani serabutan yang untuk kebutuhan makan sehari-hari dibantu oleh anaknya yang tinggal di kampung sebelah yang jaraknya berkilo-kilometer.


Tinggal di rumah panggung yang sederhana, terbuat dari papan kayu dan beratapkan seng dengan ukuran kurang lebih  5 x 6 m2 , Kekek Musa ini dalam aktivitas kesehariannya hanya ditemani istrinya, Salina Ayomi, yang setia bersamanya. Rumah petak tempat tinggal kekak Musa ini bersebelahan langsung dengan tempat panangkaran penyu, yaitu tempat telur-telur penyu menetas di sarang buatan dan tempat perawatan bayi penyu yang disebut tukik . Tanpa ada tetangga atau penduduk lain yang tinggal di daerah hamparan pantai berbukit yang sunyi, kesepian Musa dan istrinya  dihibur oleh suara deburan ombak laut dan kicauan burung-burung yang turut meramaikan tempat yang masih alami itu. Akses menuju lokasi bisa ditempuh melalui Kota Serui dengan menggunakan mobil dalam waktu ± 2 jam dan disambung lagi dengan menggunakan speed boat dalam waktu ± 30 menit. Rute lain menuju ke lokasi ini juga bisa ditempuh melalui Kota Biak dengan menggunakan speed boat dalam waktu ± 1,5 jam. 

Musa bekerja seorang diri selama bertahun-tahun tanpa mengharapkan imbalan dari siapapun dalam kegiatan penyelamatan penyu di Pantai Inggrisau. Daerah ini pernah dilanda tsunami pada tahun 1996, sehingga memaksa penduduk lainnya meninggalkan tempat ini. Namun, kejadian tsunami tersebut tidak membuat surut niat Musa untuk tetap hidup bersama penyu. Meskipun telah berusia 87 tahun, Kakek Musa tidak mengisyaratkan ingin berhenti  dari aktivitas menangkarkan penyu. Sudah lebih dari 35 tahun kakek renta ini mengabdi untuk lingkungan dengan cara membantu penyelamatan penyu.  

Sebenarnya sudah sejak tahun 1970-an Musa telah berurusan dengan upaya pelestarian penyu, tetapi kegiatannya dalam penyelamatan penyu ini baru dikenal masyarakat umum sejak awal tahun 2000-an. Ini karena lokasi kegiatan penyelamatan penyu oleh Musa di Pantai Inggrisau ini merupakan daerah yang terpencil serta terisolir dan tidak mudah untuk menjangkau tempat ini, kecuali dengan perahu atau speedboat.

Pantai Inggrisau adalah saksi bisu ketika Musa dalam hari-harinya menghabiskan masa hidupnya untuk kegiatan penyelamatan penyu. Musa tidak mengenal waktu dalam melakukan kegiatan penyelamatan penyu. Setiap malam hingga menjelang subuh Musa berjalan kaki 3-5 km mencari jejak-jejak penyu  yang bertelur di sepanjang pantai Inggirisau untuk mengumpulkan telur-telur penyu tersebut dan kemudian membawa telur-telur penyu ini lokasi penangkaran. Adapun pada siang hari Musa banyak disibukkan dengan kegiatan pembuatan lubang-lubang sarang telur penyu dan selanjutnya memindahkan telur-telur penyu yang menetas ke tempat pemeliharaan sementara. Selain itu Musa juga harus memberi makan dan merawat anakan-anakan penyu dan melepaskannya ke laut bila sudah siap.

                                                          Musa saat menjelaskan telur yang dipeliharanya
Kegiatan penyelamatan penyu oleh Musa adalah atas prakarsa sendiri, terutama karena dilandasi oleh suatu cerita legenda setempat yang dituturkan oleh ayah Musa sewaktu ia masih kecil. Niat Musa menyelamatkan penyu ini karena ia khawatir akan keselamatan telur-telur penyu yang memiliki banyak pemangsa atau musuh (hewan dan maunusia) dan ia menganggap bahwa penyu adalah sebagai bagian dari anggota keluarganya yang harus dilindungi.

Musa meyakini, penyu-penyu yang datang ke Pantai Inggrisau, adalah satwa sakral yang dulu menyelamatkan nenek moyang Suku Wabo, suku Musa. Saat masih berumur tujuh tahun, Aminadab Rumpedai (ayah Musa) membawa Musa pertama kali ke Inggrisau melihat batu hitam di pertengahan garis pantai. Batu hitam yang besarnya nyaris sebesar penyu belimbing raksasa dengan panjang dua meteran itu dianggap sebagai penjelmaan dari seorang nenek yang dibawa oleh penyu belimbing ke laut.

Konon ceritanya, pada jaman dahulu ada seorang nenek-nenek dengan cucunya menemukan seekor penyu belimbing yang sedang bertelur, lalu mereka mendekati penyu yang sedang bertelur tersebut. Ketika telur terakhir telah dikeluarkan oleh penyu belimbing, nenek ini kemudian memeriksa tempat keluarnya telur dari tubuh penyu untuk melihat apakah masih ada telur lagi yang akan dikeluarkan oleh penyu itu. Namun ternyata tangan si nenek tersangkut di tubuh penyu dan terseret oleh penyu belimbing ke laut. Saat akan tenggelam, nenek mengangkat tangannya dan menunjukkan lima jari sebanyak dua kali, sang cucu yang melihat kemudian menganggap bahwa 10 hari lagi  neneknya akan kembali ke pantai. Setelah 10 hari mereka melihat penyu belimbing yang cukup besar kembali ke pantai bersama nenek mereka, tapi nenek itu berubah menjadi batu. Batu tersebut masih ada hingga kini, dan diberi nama Imbeuri. Imbeuri menjadi tempat keramat di Pantai Inggrisau yang tidak boleh di injak. Penduduk suku Wabo, suku yang mendiami Pantai Inggrisau berkeyakinan bahwa batu tersebut adalah jelmaan nenek moyang mereka.

                                                                                     tukik (anak penyu) yang berhasil ditetaskan
Menurut cerita dari Kakek Musa apabila batu tersebut tertutup pasir laut, maka tidak akan ada penyu yang mau datang ke pantai Inggrisau untuk bertelur, sehingga Musa pun akan datang dan bicara pada Imbeuri,  "Nenek, jangan tutup, bagus kalau bangkit", maka ombak akan datang menyapu pasir dan batu akan terlihat kembali. Saat melepaskan tukik ke laut musa akan mengucapkan Ura, urasosorare, unaura uda kasoo romarei wencu yang artinya pergi, pergi ke laut, tinggal di laut lepas sampai kawin dulu, baru ke darat. Musa Percaya pada saatnya nanti penyu-penyu ini akan kembali ke pantai Inggisau untuk bertelur

Meskipun hanya berpendidikan Sekolah Rakyat di zaman kolonial Belanda (atau setingkat Sekolah Dasar), Musa telah beberapa kali diundang di forum-forum penting sebagai narasumber untuk berbicara di hadapan khalayak terkait kegiatan penyelamatan penyu yang dia lakukan. Pengorbanan Musa dalam kegiatan penyelamatan penyu  dipandang mampu menginspirasi bagi banyak pihak, dan karena itu ia diundang dalam berbagai acara penting nasional,  antara lain Musa tampil di acara KICK ANDY di Metro TV pada November 2012 dan juga diundang khusus dalam acara Konferensi Nasional Pengelolaan Pesisir dan Laut di Mataram pada Oktober 2012.

Penghargaan yang telah diterima Musa antara lain :
-          Sertifikat Penghargaan dari WWF
-    Trofi Penghargaan dari Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2012
-          Trofi Penghargaan KICK ANDY Hero Tahun 2013
-          Trofi Penghargaan Kalpataru 2013 dari Presiden Republik Indonesia

Aktivitas yang dilakukan oleh Musa dalam upaya penyelamatan penyu telah memberikan inspirasi bagi banyak orang akan makna nilai-nilai pengorbanan dan arti penting lingkungan hidup di muka bumi. Musa tidak segan-segan untuk berbagi pengatahuan dan pengalaman bagi pihak manapun terkait kegiatan penyelamatan penyu. Dedikasi Musa dalam upaya penyelamatan penyu seorang diri di tempat yang relatif terisolasi telah menggugah banyak pihak untuk datang mengunjungi tempat kegiatan pelestarian penyu di Pantai Inggrisau. Penampilan Musa di berbagai kesempatan, baik tingkat lokal maupun nasional, telah membawa nama baik daerahnya, dan Musa pun dikenal sebagai tokoh pelestari penyu. Bahkan, Dusun Inggrisau yang lokasinya sangat terpencil dan terisolasi pun menjadi terkenal dan adakalanya dikunjungi oleh banyak orang, termasuk Menteri Negara Lingkungan Hidup Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA.

Hasilnya Musa Rumpedai berhasil mendapatkan penghargaan dari Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, berupa Penghargaan Kalpataru bulan Juni 2013 yang lalu. Semoga apa yang sudah dilakukan oleh Musa Rumpedai menjadi inspirator bagi para masyarakat lainnya untuk lebih peduli dengan Lingkungan.

Best Regard, Admin

No comments:

Post a Comment